Senin, 07 Januari 2013

CEO Jababeka: Bermimpilah, Lalu Wujudkan

Oleh M Clara Wresti

JIKA 23 tahun lalu Anda pergi ke kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Anda tidak akan pernah membayangkan wilayah itu bisa berkembang pesat. Cikarang kini sangat modern setelah Jababeka lahir tahun 1989 dan membangun sebuah kota modern, terencana, serta berkelas dunia.



Adalah Setyono Djuandi Darmono (61) yang menjadi tokoh sentral yang mengubah wajah Cikarang. Dia yang memiliki mimpi luar biasa besar dan mampu mewujudkannya.

Apabila melihat potret-potret tua kawasan Cikarang, sangat jelas terlihat Cikarang bukanlah kawasan layak huni. Warga di kawasan itu hidup dari membuat bata dari tanah liat atau sering disebut sebagai lio. Kawasan itu kumuh dan gersang. Namun, Pemerintah Daerah Jawa Barat telah menetapkan kawasan itu akan dijadikan sentral industri karena saat itu pembangunan jalan tol Cikampek sudah sampai wilayah Cikarang.
Wilayah ini jauh lebih mempunyai potensi ketimbang Tangerang atau Cileungsi dari segi akses. Namun, mengubah kawasan ini tentu membutuhkan modal tidak sedikit. Pemerintah tidak mempunyai uang. Pada saat yang sama, Darmono sedang mencari lahan yang bisa dia bangun. Waktu itu, Darmono baru delapan tahun terjun ke dunia properti. Sebelumnya dia adalah kepala pemasaran bahan kimia tekstil. Setelah melihat ada kesempatan untuk terjun ke properti, dia bersama beberapa kawan membangun hunian seluas 15 hektar, yakni Bumi Bintaro Permai. Dari sini, Darmono berpikir harus mencari properti yang tidak banyak saingan. Caranya, menjual properti yang berorientasi ekspor.

Properti berorientasi ekspor maksudnya seperti apa?
Bisnis properti itu sangat menarik. Keuntungannya bisa lima kali lipat. Akan lebih terasa keuntungannya jika properti itu bisa menghasilkan devisa, jadi harus dijual ke orang asing. Waktu itu momentumnya sangat tepat. Banyak investor asing masuk ke Indonesia karena pertumbuhan di Indonesia yang mencapai 7 persen. Ada yang menyebut Indonesia sebagai The New Tiger from Asia. Mereka membutuhkan lahan untuk membangun pabrik di Indonesia. Mereka memilih Indonesia karena upah buruh juga masih lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Properti yang cocok adalah kawasan industri. namun, tidak mudah membangun kawasan industri saat itu karena belum ada swasta yang melakukan itu. Aturan hukumnya juga belum ada. Akhirnya kami bersama pemerintah mempersiapkan payung hukum yang kemudian berlaku hingga kini. Kami yang jadi pionir untuk itu. Ini unik Indonesia karena setelah itu negara-negara lain, seperti China, Malaysia, dan India, meniru. Karena kawasan industri ini akan dijual ke orang asing, infrastruktur harus bagus.

Melihat kondisi Cikarang yang masih sangat terbelakang, sementara Anda ingin membangun kawasan industri yang sangat modern, langkah apa yang diambil pertama kali?
Saya menerima semua orang yang mau bekerja di sini. Siapa saja, baik orang belum berpengalaman maupun orang buangan. Jika mau bekerja di sini, saya terima. Yang penting dia punya kemauan dan karakter bagus. Saya beri gaji besar, saya beri penghargaan, dan saya motivasi terus-menerus. Soalnya, saya tahu pekerjaan yang mereka hadapi itu berat sekali. Bayangkan saja, tempat yang tidak ada apa-apanya, mau cari makan susah, mau buang air susah, tidak ada jalan, dan harus diubah menjadi tempat yang bisa dijual dalam dollar AS. Ini bukan hal yang mudah untuk diwujudkan.
Namun menurut saya, ketika seseorang diletakkan di tempat yang tidak enak, ada suatu kekuatan di dalam diri yang akan bangkit untuk mengatasi masalah. Ini yang saya coba bangkitkan dari dalam diri anak buah.

Anak buah tidak ada yang mengeluh?
Mereka tidak punya pilihan. Mereka harus bekerja di tempat yang tidak enak. Namun, mereka punya semangat tinggi karena diperlakukan dengan baik. Mereka jadi terpacu maju. Saya tantang bagaimana mereka bekerja seolah-olah perusahaan ini milik mereka. Think like the owner. Itu saya lakukan sampai sekarang. Dengan umur saya sekarang, ibaratnya kaki saya sudah separuh berada di kuburan. Oleh karena itu, saya tantang mereka untuk menggantikan saya. Ini cara yang sama ketika saya membangun Tanjung Lesung dan nanti membangun Morotai.

Wah, spesialisasi Anda ”membabat hutan” ya?
Memang ada yang bilang begitu. Tanjung Lesung dan Morotai kondisinya tidak berbeda dengan Cikarang dulu. Istri saya saja sampai bertanya, bapak mau ngapain di Morotai. Namun, saya jalan saja. Ini permintaan negara. Pemerintah meminta saya membangun kedua kawasan itu menjadi destinasi wisata internasional. Awalnya saya juga belum tahu mau diapakan. Akan tetapi, rekan saya yang membangun Jababeka ini, Hadi Rahardja, bilang ayo jalan saja.

Kondisi Tanjung Lesung seperti apa sekarang?
Alam Tanjung Lesung itu sangat indah. Karena dia berbentuk peninsula, pada pagi hari kita bisa melihat matahari terbit. Sore hari kita melihat matahari terbenam. Malam hari bisa menyaksikan kembang api yang keluar dari anak Gunung Krakatau. Belum lagi di sana dekat Ujung Kulon sehingga bisa melihat badak bercula satu. Kampung suku Badui yang masih sangat tradisional juga di sana. Sebagai destinasi wisata, tempat ini sangat bagus. Namun akan lebih bagus jika dijual ke wisatawan asing, bukan wisatawan lokal. Hasil yang diperoleh untuk pembangunan di kawasan Banten selatan yang jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lain. Mimpinya, di sana nanti ada banyak jaringan hotel bintang lima, lapangan golf standar internasional, dan lapangan terbang yang bisa menampung pesawat berbadan besar dari Jepang dan Korea. Kami juga ingin membangun perumahan untuk para pensiunan dari Jepang. Di Jepang, pensiunan itu dibuang. Padahal, mereka masih bisa bekerja. Jadi, kita manfaatkan mereka untuk tinggal di sini sambil mengajar bahasa Jepang dan mesin kepada warga sekitar.

(Tulisan ini dimuat di Kompas, Senin, 1 Oktober 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar